Rabu, 03 Juli 2013

POTRET KEMISKINAN


Akhir-akhir ini paling tidak ada dua peristiwa yang menjadi berita utama media massa di Indonesia yang juga merefleksikan potret kemiskinan bangsa Indonesia, yaitu:


1. Adanya penjualan limbah makanan dari restoran dan hotel yang diolah kembali
kemudian dijual ke pasar traditional di Jakarta.
2. Korban 21 meninggal dunia karena berdesak-desakan untuk mendapatkan zakat
yang nilainya Rp. 30,000 per orang.

Siapa yang salah? Baca diskusi seru di Forum Apakabar: Akibat orang kaya pamer kekayaannya

Apa nggak sebaiknya SBY-YK mundur saja sebagai bentuk pertanggungan jawaban
ketidak mampuan pemerintah mengatasi kemiskian, dan juga karena begitu
bersemangatnya selalu mengatakan bahwa pemeritahannya telah berhasil menekan
jumlah orang miskin di Indonesia? Kalau hal seperti diatas tidak membuat malu
para pejabat negara, namanya memang tidak punya malu. Apalagi para pejabat
negara mayoritas memperlihatkan pola hidup mewah dan seneng jalan-jalan kesana
kemari kesemuanya dengan uang rakyat. Memamerkan kehebatan diri yang tidak lain
kampanye tersembunyi dengan menggunakan fasilitas negara.
Dua hal tersebut diatas tidak mungkin terjadi kalau tidak ada kemiskinan di
Indonesia. Siapa yang mau berdesak-desakkan untuk mendapatkan uang hanya Rp
30,000? Kalau bukan terdesak kemiskinan pasti tidak mau. Siapa yang mau mengolah
makanan sisa hotel dan restoran, kalau bukan terdesak kemiskinan?
Salah satu tanda kemakmuran suatu kaum atau bangsa adalah apabila kaum atau
bangsa tersebut mengeluarkan zakat dan sangat sulit mencari orang yang mau
menerimanya. Karena hampir mayoritas kaum atau bangsa tersebut para pembayar
zakat dan tidak ada atau sangat sedikit kaum penerima zakat. Oleh karena itu
sangat arif kalau para pejabat negara untuk tidak terlalu bangga pada dirinya
sendiri, atau lebih baik intropeksi apa yang sudah dikerjakan selama ini untuk
mengurangi kemiskinan? Apakah mereka telah lebih mementingkan dirnya sendiri,
keluarganya sendiri, golongannya sendiri dan mengorbankan kepentingan rakyat
banyak?
Juga salah satu kegagalan Islam di Indonesia adalah pengumpulan zakat. Kalau
semua umat Islam di Indonesia mempunyai kesadaran membayar zakat, tanpa ada
pemerintahan, umat Islam di Indonesia tidak akan ada yang miskin. Dalam
pengumpulan dana zakat ini, kita kalah jauh dengan Malaysia, oleh karena itu
kebanyakan penduduk Malaysia memandang sebelah mata kepada bangsa Indonesia.
Tidak lain tidak bukan karena bangsa Indonesia dianggap bangsa yang bodoh yang
punya kekayaan alam yang begitu besar tapi rakyatnya miskin.
Kemiskinan juga membuat, moralitas merapuh. Penipuan penjualan makanan
kedaluwarsa, makanan busuk, terjadi dimana-mana, bahkan di pasar swalayan yang
besar. Wibawa pemerintah sebagai penyelenggara negara sama sekali tidak ada,
karena kalau kena perkara, ujung-ujungnya duit atau KUHP (Kalau ada uang, habis
perkara). Ini presis ilustrasi jaman edan dari Ranggawarsito, kalau tidak ikut
edan tidak kebagian yang berakhir dengan mati kelaparan.
Desakan untuk mempertahankan hidup juga telah menyebabkan banyak kalangan kaum
migran di kota-kota besar di Indonesia, menggantungakan hidupnya dari sampah
atau limbah. Kita bisa bayangkan bagaimana kwalitas hidup sebagian bangsa
Indonesia yang berada pada tingkat ini, menggantungkan hidupnya dari sampah atau
limbah buangan. Apa yang bisa dibanggakan sebagai suatu keberhasilan dari suatu
pemerintahan kalau masih ada bangsa Indonesia hidup seperti ini?
Keberhasilan suatu penerintahan pada kriteria kesejahteraan sosial adalah sangat
mudah:
1. Apabila dikota-kota besar di Indonesia tidak ada lagi perumahan kumuh. Ini
bisa kita lihat di Singapore maupun Kualalumpur, sangat sulit untuk mencari
daerah kumuh di dua kota tersebut. Jadi kalau negara mau dan punya priorotas
untuk hal ini pasti bisa dijalankan. Contoh kota-kota lain di dunia ini yang
tidak ada perumahan yang kumuh sudah banyak yang menandakan bahwa
pemerintahannya berjalan dengan efektif.
2. Apabila dikota-kota besar di Indonesia tidak ada lagi orang jualan di kaki
lima. Semuanya bisa dikoordinir masuk ke pasar traditional, pasar modern,
ruko-ruko ataupun ke gedung-gedung perkantoran yang ada. Lebih lagi sudah
seharusnya ada kontrol atupun penyuluhan dari segi kebersihan dan kesehatan.
3. Apabila di kota-kota besar di Indonesia tidak ada anak jalanan, pengemis dan
pengamen. Ini juga agak sulit ditemukan di kota: Kualalumpur dan Singapore.
Tidak usah banyak-banyak, kalau pemerintah berhasil mengatasi masalah diatas,
boleh bangga bahwa pemerintahannya berhasil, kalau tidak, bilang saja
pemerintahannya gagal dan pantas untuk diganti. Tidak usah pakai indikator
pertumbuhan ekonomi, yang hanya menguntungkan segelintar anak bangsa (yang lebih
parah bahkan menguntungkan bangsa lain atau pihak asing). Indikator kemajuan
yang ditentukan oleh negara adi kuasa maupun lembaga keuangan global adalah
salah satu bentuk penjajahan sistem atau penjajahan sistemik.
Tiga hal diatas adalah hal yang nyata dlihat oleh semua orang, termasuk para
tamu dari luar negeri. Lihat saja pada waktu kunjungan Hillary Clinton dulu yang
dia mau lihat perumahan kumuh di Manggarai. Ini adalah sindiran tapi yang
disindir tidak pernah merasa, kenapa menyambut tamu dengan megah, rakyatnya saja
masih melarat.
Kalau dikota-kota besar apalagi ibukotanya tidak ada bangunan kumuh, tidak ada
pedagang kaki lima, tidak ada anak jalanan, tidak ada pengemis, kemungkinan
besar negara tersebut sedikit banyak telah berhasil menyejahterakan rakyatnya.
Ini yang kita lihat kalau kita pergi ke Kualalumpur atau Singapore.
Kemiskinan adalah masalah yang merupakan akibat langsung ketidak mampuan
penyelenggaraan negara. Ini sudah terjadi dari masa ke masa.

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Ketika Rakyat Menjerit Copyright © 2010 | Designed by: Compartidisimo