Rabu, 03 Juli 2013

Kemiskinan Akar dari Tindak Kekerasan


JAKARTA, (PRLM).- Akar masalah yang melahirkan organisasi kemasyarakatan (ormas) suka melakukan kekerasan terkait langsung dengan masalah kemiskinan dan ideologi yang diselewengkan. Karena itu, pemerintah sebaiknya tidak melakukan pendekatan legal birokratik dalam menangani persoalan ormas yang melakukan kekerasan ini.

"Tinggalkan pendekatan legal birokratik dan prioritaskan penanganan kemiskinan dan ideologi yang diselewengkan karena kemiskinan dan ideologi yang diselewengkan akar dari tindak kekerasan," kata Sosiolog UI, Thamrin Amal Tomagola," saat diskusi bertema "Manfaat dan Mudharat Ormas", di gedung DPD, Senayan Jakarta, Jumat (17/2).
Menurut Thamrin, berdasarkan data Pusat Studi Perdamaian dan Agama Universitas Gadjah Mada (UGM), diungkap dua per tiga dari kekerasan horizontal berdasarkan SARA terjadi di Pulau Jawa bagian barat, yaitu Jabodetabek, Jawa Barat, Banten. Mengapa daerah itu yang paling banyak?
Ternyata, kata Thamrin, daerah Jabodetabek dalam 30 tahun terakhir ini merupakan daerah yang paling dinamis secara ekonomi. Pada saat yang sama terjadi penumpukan kekayaan dan peminggiran satu kelompok di lain pihak hingga terjadi penumpukan kelompok miskin kota di wilayah tersebut.
"Kelompok bawah yang begitu miskin ini tidak punya tempat mengadu. Mereka kemudian mengadu dan minta tolong kepada pemimpin agama, para habib, ustaz yang punya ideologi agama keras dan ekonomi cukup. Yang terjadi kemudian adalah kelas menengah ideologis muslim dan kelas bawah muslim yang miskin ini mencoba melakukan tawar-menawar dengan pengusaha dan pemerintah," ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Tanribali Lamo mengatakan bahwa untuk membubarkan sebuah organisasi kemasyarakatan (ormas) ada beberapa tahapan yang harus dilalui sebagaimana yang diatur oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. "Ada tahapan teguran pertama, teguran kedua, dan sebelum proses pembubaran ada tahapan pembekuan. Proses pembekuan itu sendiri harus melalui Mahkamah Agung," ujar Tanribalo Lamo.
Dalam Rancangan Undang-undang Ormas pengganti Undang-undang Nomor 8 tahun 1985, tahapan dan proses pembubaran suatu organisasi masyarakat yang meresahkan itu dipercepat. Karena selama ini dianggap terlalu lama. "Rancangan Undang-undang baru ini juga akan menambahkan tahapan pembekuan sementara. Lalu ada proses pengadilan, kemudian bagi organisasi yang dibekukan diberi kesempatan untuk mengajukan kasasi, sehingga dimungkinkan juga organisasi tersebut mengajukan keberatan," ujar Tanribali.
Dalam berbagai kasus kekerasan yang melibatkan organisasi massa yang sering terjadi akhir-akhir ini, Tanribali meminta agar masyarakat tidak menggeneralisasi bahwa kekerasan itu dilakukan organisasi masyarakatnya tetapi oleh orang per orang yang menjadi anggota organisasi tersebut. "Ada orang per orang yang ditangkap oleh kepolisian," pungkas Tanribali. (A-109/A-147
)

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Ketika Rakyat Menjerit Copyright © 2010 | Designed by: Compartidisimo